Pulau Nasi, Keindahan yang takkan terlupakan
Pulau Nasi atau lebih dikenal Peunasu merupakan salah satu pulau berpenghuni di Kecamatan Pulo Aceh yang terletak di sebelah utara dari Kota Banda Aceh. Bahkan Pulau Nasi berada lebih barat dari Pulau Weh yang lebih dikenal dengan Sabang, tempat berdiri dengan kokoh Tugu Nol Kilometer Indonesia. Jadi andaikan anda berpergian ke Pulau Nasi, maka anda telah berada di daerah minus sekian dari 0 km Indonesia
:D. Satu-satunya akses transportasi ke Pulau Nasi menggunakan kapal motor yang biasa
ngetem di sekitaran area Pelabuhan Ulee Lheue (Pelaabuhan untuk menuju Pulau Weh), kecuali anda ingin menggunakan transportasi udara kemudian melakukan terjun payung, atau menggunakan jalur darat sembari melatih kesabaran menunggu samudra hindia surut
:D. Akses transportasi melalui jalur laut sangat bergantung kepada cuaca, saat cuaca cerah perjalanan hanya memakan waktu sekitar 60 menit, sedangkan apabila cuaca kurang bersahabat dapat memakan waktu hingga 90-120 menit tergantung kondisi laut saat itu. Tetapi saya lebih menyarankan ketika anda berniat berkunjung ke Pulau Nasi, berkunjunglah diluar musim penghujan. Selain perjalanan laut yang lebih menenangkan adrenalin, juga anda akan lebih mudah berkeliling Pulau yang belum sepenuhnya memiliki jalan aspal namun sepenuhnya memiliki pantai berpasir putih bersih dengan hamparan samudra yang memberikan warna kedamaian.
Pancaran matahari terasa menyengat kulit walaupun kami telah berlindung di antara bayangan dedaunan kecil di atas kami. Ditemani oleh keempat teman, saya setia menunggu kapal motor jurusan Pulau Nasi – Banda Aceh. Setelah sebuah sepeda motor dan sepeda hardtail teman saya telah berpindah posisi ke atas kapal oleh bantuan jasa bongkat muat di pelabuhan tersebut, kami berpindah koordinat menuju kabin kapal. Dengan melihat arloji dan arah mata angin, kami mencoba memprediksi tempat di dalam kapal yang bebas dari pancaran terik sang surya. Setelah beberapa waktu menunggu, tiba saatnya sang pawang (sebutan untuk nahkoda).
Baling-baling besi yang telah lama terdiam mulai terbangun kemudian seakan berputar mengamuk di bawah badan kapal sembari menciptakan buih putih yang membelah kebiruan laut saat itu. Perjalanan kami menuju Pulau Nasi telah dimulai, obrolan ringan sesekali dengan canda tawa dengan sesama penumpang mewarnai perjalanan kami.
Tanpa terasa perjalanan mercusuar di Pulau Nasi terlihat semakin membesar, sang pawang membelokkan laju kapal motor menuju perairan yang lebih dalam. Tanda kami akan segera mendarat di Pulau Nasi. Terlihat paku semen menopang kayu dan beton menjorok ke arah lautan, tanda bahwa kami akan segera melabuh di Pelabuhan Deudap.
Lambaian ombak pantai yang seakan tiada habisnya menarik biru air laut menuju pasir putih membuat kami berdecak kagum.
Segera 2 orang teman saya memacu kuda besi sembari mengikuti seorang teman yang mencoba menaklukan lintasan di Pulau Nasi menggunakan sepeda hardtail di tengah guyuran terik sang surya. Sementara saya dan teman saya menaiki angkutan bak terbuka yang terasa padat oleh muatan barang belanjaan dari Banda Aceh beserta pemiliknya. Angkutan bak terbuka yang minim tersedianya tempat untuk berpegangan membuat saya harus kreatif mencari tempat pegangan alternatif agar saya tidak terlempar dari laju kendaraan tersebut yang terasa cukup kencang.
Tanpa terasa kami telah sampai di tempat tujuan kami, rumah dinas teman saya yang akan kami buat berantakan selama beberapa hari kedepan. Tingginya suhu udara saat itu seakan membuat kami ingin berada di bawah atap rumah lebih lama untuk sementara waktu.
Setelah terik matahari mulai terasa bersahabat, segera kami bergerak menuju pantai terdekat dari rumah dinas teman kami. Puluhan pohon kelapa terlewati satu demi satu, mengantarkan kami menuju pantai alue reuyeung.
Tidak sampai 10 menit, kami telah membuat jejak di antara hamparan butiran pasir butih di pantai alue reuyeung. Mulailah kegiatan no maden demi mendapatkan komposisi frame digital dimulai, sembari bernarsis ria di pantai yang tak terlihat orang lain selain kami.
Tanpa terasa sang surya mulai terbenam tanpa menunjukkan dirinya di cakrawala, pertanda dari alam bahwa kami harus pulang. Saatnya membersihkan diri sembari menanti masaknya masakan dari tuan rumah selaku koki :D. Malam terlewati dengan taburan bintang yang diselingi samar deburan ombak di sekeliling kami. Obrolan malam seakan mengantarkan cafein ke dalam otak kami, sehingga mata ini enggan terpejam. Tanpa terasa saya mulai menguap, isyarat dari badan ini untuk dimanjakan di atas alas empuk. Saatnya beristirahat untuk mengumpulkan energi dan semangat untuk menikmati keindahan lainnya yang tersedia sebagai anugrah Yang Maha Kuasa untuk negara ini.
Keesokan harinya saat jilatan matahari sudah tidak terasa menyengat, kembali kami berpetualang dalam pulau kecil ini. Menuju Pantai Nipa, pantai yang terlihat sering didatangi warga dan jarang terkena angin pantai, terlihat dari ribuan jejak kaki yang masih utuh menghiasi butiran putih pasir di tepian deru ombak.
Memandang lepas hamparan laut biru, menatap sisi barat Pulau Weh, merasakan bisikan ombak yang seakan memanjakan indra pendengaran kami, sebuah saat dimana saya dan rekan-rekan terdiam sejenak untuk sekedar merasakan kenikmatan atas indahnya alam Indonesia ini.
Sejenak setelah beberapa saat kami cukup puas menikmati Pantai Nipa, kami beranjak ke sebuah bukit kecil yang mampu memandang beberapa keindahan Pulau Nasi lainnya.
Terlihat lekuk jalan berkerikil dan sebuah pulau kecil yang terpisah memanjakan ruang pandang kami saat itu.
Melihat langit yang semakin jingga, kami bergegas untuk menuju sebuah pantai yang berada agak tersembunyi dari jalan utama di Pulau Nasi.
Pantai Pasi Janeng, itulah nama pantai yang sempat memberikan kami pemandangan dimana langit merona diselingi gumpalan tipis awan yang menemani sang surya menuju ke peraduannya.
Setelah mencoba mengambil beberapa frame untuk dijadikan mode panorama, kami menyudahi perjalanan hari ini tanpa ada rasa penyesalan atas tenaga kami yang telah terkuras untuk menikmati keindahan alam yang tersedia secara cuma-cuma di pulau ini.